Ramalan selalu menjadi bagian menarik dalam perjalanan manusia. Seringkali, hal ini dianggap sebagai takhayul, tapi banyak yang juga memandangnya sebagai petunjuk masa depan, termasuk dalam hal kepemimpinan negara.
Dalam konteks ini, terdapat sebuah kisah menarik tentang seorang peramal India yang meramalkan sosok pemimpin masa depan Indonesia. Ramalan tersebut diungkapkan kepada Siti Hartinah, istri seorang perwira TNI Angkatan Darat, yang pada saat itu adalah Mayor Jenderal Soeharto.
Ceritanya bermula pada tahun 1965, di mana sebuah pertemuan tidak terduga terjadi di kediaman Hartinah di Jakarta. Seorang penjual batu akik yang terlihat keturunan India datang mengunjungi rumahnya, dan pertemuan itulah yang mengubah segalanya.
Peramal dan Ramalan yang Mencengangkan
Setelah sang penjual batu akik duduk, ia mulai menawarkan dagangannya dengan membuka kotak berisi batu-batu permata berwarna-warni. Hartinah yang awalnya tidak tertarik pun akhirnya mendengarkan setelah mengetahui bahwa orang itu juga seorang peramal.
Kendati tidak serius, Hartinah sepakat untuk mendengarkan sang peramal. Dan tak lama setelah ritualnya dimulai, peramal tersebut berhasil menggugah perhatian Hartinah dengan kisah masa lalu keluarganya yang tepat. Ini membuatnya mulai percaya pada kemampuan sang peramal.
“Suami madam akan berdiri sama tinggi, duduk sama rendah dengan Presiden yang saat ini,” ujar si peramal, merujuk pada Soekarno. Ucapan tersebut membuat Hartinah tertegun; bagaimana mungkin suaminya yang saat itu hanyalah prajurit biasa bisa mencapai posisi tersebut?
Percaya atau Tidak, Ramalan Itu Didengar
Mendengar ucapan itu, Hartinah merasa skeptis. Dia meyakini bahwa jalan menuju kursi kepresidenan masih sangat jauh, apalagi di tengah banyaknya tokoh-tokoh unggul lainnya saat itu. Tentu ia mempertimbangkan hal tersebut sebagai urusan Tuhan dan tidak menganggapnya serius.
Setelah sesi ramalannya usai, peramal meminta bayaran yang cukup tinggi, membuat Hartinah terperanjat. Namun, untuk menyudahi diskusi mengenai harga, dia terpaksa menyerahkan uang tersebut kepada peramal dengan harapan tidak ada lagi pembicaraan mencolok lainnya.
Sekian tahun setelah itu, ramalan sang peramal mulai menunjukkan kebenarannya. Setelah kekacauan politik di Indonesia, suami Hartinah, Soeharto, berhasil mengambil alih kekuasaan dan kemudian menjabat sebagai Presiden ke-2 Indonesia pada tahun 1968.
Kisah yang Tak Terlupakan
Setelah suaminya menjadi presiden, Hartinah, yang lebih dikenal sebagai Tien, tidak pernah lagi melihat peramal India tersebut. Meskipun belasan tahun berlalu dan Suharto memimpin, sosok peramal itu seolah menghilang tanpa jejak.
Ini menjadi kenangan yang membekas di pikiran Hartinah sepanjang hidupnya. Banyak orang yang mendengar ceritanya menganggapnya sebagai sebuah keajaiban, sebuah isyarat bahwa takdir bisa diprediksi meski dalam keadaan yang tidak terduga.
Cerita ini juga mencerminkan betapa tidak terduganya perjalanan politik di Indonesia. Dari sebuah desas-desus dan ramalan, lahirlah seorang pemimpin dengan perjalanan yang penuh liku-liku dan tantangan.
Makna di Balik Ramalan
Kisah ini menggambarkan betapa pentingnya keyakinan dalam menghadapi ketidakpastian. Meski skeptis pada awalnya, Hartinah belajar untuk menghargai berbagai kemungkinan dalam perjalanan hidupnya. Dalam konteks yang lebih luas, ini juga mengajarkan kita bahwa setiap langkah berani bisa mengubah sejarah.
Ramalan tersebut mengingatkan kita bahwa kehidupan memiliki banyak aspek misterius yang sulit dipahami. Ini menjadi salah satu alasan mengapa banyak orang berpaling kepada ramalan sebagai cara untuk merenungkan masa depan.
Semua itu mungkin menandakan bahwa dalam setiap kegagalan dan keberhasilan, ada pelajaran berharga yang dapat diambil. Seperti Hartinah, kita pun bisa belajar bahwa mengikuti suara dalam diri kita dapat membawa kita menuju jalan yang tidak terduga, bahkan menuju kepemimpinan.











