Setiap peristiwa bersejarah tentu memiliki jejak yang mendalam dan meninggalkan dampak bagi banyak orang. Pada 6 Agustus 1945, Hiroshima mengalami sebuah tragedi yang tak akan terlupakan, dan salah satu saksi hidupnya adalah Arifin Bey. Dia adalah seorang pelajar Indonesia yang mengalami peristiwa tersebut secara langsung, mencatat banyak pengalaman pahit yang terukir dalam memorinya.
Arifin adalah mahasiswa Universitas Waseda yang mendapat beasiswa dari pemerintah Jepang. Pada saat itu, pemerintah Jepang berusaha menarik perhatian pemuda Indonesia dengan program beasiswa yang dikenal sebagai Nanpo Tokubetsu Ryogakusei (Nantoku). Tujuannya adalah agar para pemuda ini dapat memperoleh ilmu dan mengaplikasikannya di Tanah Air setelah mereka kembali.
Saat itu, Arifin berangkat ke kampus dengan penuh harapan. Suasana di Hiroshima tampak normal dan damai, meskipun langit di atas dipenuhi oleh suara pesawat terbang. Jelas bagi Arifin bahwa suara-suara tersebut adalah bagian dari dinamika perang yang berkecamuk saat itu.
Pengalaman Pahit Seorang Penyintas Hiroshima yang Tak Terlupakan
Di kelas, harapan itu mendadak sirna ketika profesor yang mengajar terdiam, matanya terpaku pada luar jendela. Dalam sekejap, kota yang indah itu pun berubah. Tentunya, Arifin tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Tiba-tiba datang cahaya menyambar,” kenang Arifin. Sangat cepat, angin panas menerpa kelas, dinding-dinding mulai runtuh, dan semua menjadi kacau.
Keadaan seketika menjadi sebuah neraka. Saat tersadar, Arifin mendapati bahwa segalanya telah berubah. Dari aroma hangus yang menusuk, hingga pemandangan orang-orang yang menderita dan terjebak dalam kepanikan.
Hiroshima yang Terbakar dan Kehilangan yang Mendalam
Dalam perjalanan kembali ke asrama, Arifin menemukan sebuah pemandangan mengerikan. Bekas kota yang seharusnya ramai kini menjadi lautan api, dengan orang-orang berlumuran darah di sekelilingnya. Banyak dari mereka tidak selamat dan terjebak dalam reruntuhan.
Beberapa dari mereka tampak aneh, dan ketika Arifin mendekat, dia menyadari bahwa sebagian besar kulit mereka telah mengelupas akibat ledakan. Itu adalah pemandangan yang sangat mengerikan, yang sulit untuk dilupakan.
Di tengah kekacauan tersebut, Arifin mendapati dua mahasiswa Indonesia lainnya. Mereka berusaha menemukan sekutu dan mencari keselamatan di tengah situasi yang sangat sulit.
Radiasi dan Keselamatan yang Tak Terduga
Luka fisik tidak menjadi satu-satunya masalah bagi Arifin dan teman-temannya. Beberapa hari setelah tragedi, mereka menyadari bahwa tubuh mereka terpapar radiasi yang cukup tinggi. Situasi tersebut membawa mereka pada penanganan medis yang mendesak di tempat pengungsian di Tokyo.
Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa jumlah sel darah putih mereka sangat rendah. Hal ini menjadi tanda bahwa mereka dalam kondisi kritis dan memerlukan perawatan intensif.
Para dokter di tempat tersebut bahkan sudah angkat tangan, menyatakan bahwa mereka tidak mampu lagi memberikan pengobatan. Setiap penyintas diberi pernyataan untuk ditandatangani, menandakan bahwa mereka tidak akan menuntut jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di masa mendatang.
Pembelajaran dan Perjalanan Setelah Tragedi
Namun, berkat ketahanan mereka, Arifin dan teman-temannya berhasil melewati masa kritis. Mereka harus hidup di bawah pengawasan medis selama lima tahun ke depan, mengamati dampak radiasi yang terus terjadi dalam tubuh mereka.
Ketika akhirnya mereka pulang ke Indonesia, kehidupan baru menanti. Banyak dari penyintas tersebut menjelma menjadi pengusaha yang sukses. Sjarif Adil Sagala, salah satu teman Arifin, bahkan mendirikan produk mi instan pertama di Indonesia.
Hasan Rahaya juga mendirikan usaha pelayaran dan menjadi anggota DPR di kemudian hari. Hanya Arifin yang memilih untuk menjauh dari dunia bisnis dan berkarier sebagai diplomat serta peneliti, memilih jalan yang lebih sepi dan reflektif.
Pengalaman yang dialami Arifin Bey dan rekan-rekannya bukan sekadar kisah prahara, tetapi juga pengingat akan dampak perang yang berkepanjangan. Melalui perjuangan mereka, ada nilai-nilai tentang ketahanan dan harapan yang patut diingat oleh generasi masa kini. Dengan memahami sejarah, kita dapat mengambil pelajaran berharga untuk memperbaiki masa depan.