Kenaikan gaji untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) yang baru saja diputuskan oleh Presiden Prabowo Subianto menciptakan sorotan luas dalam masyarakat. Kebijakan ini tidak hanya menyasar guru dan tenaga kesehatan, tetapi juga melibatkan TNI/Polri dan pejabat negara demi menciptakan kesejahteraan yang lebih layak dan adil bagi ASN.
Sejarah menunjukkan bahwa kebijakan serupa pernah diterapkan lebih dari dua abad lalu, ketika Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels menjabat. Namun, yang membedakan kebijakan kali ini dengan masa lalu adalah adanya hukuman berat bagi ASN yang tidak melaksanakan tugas dengan baik meskipun sudah menikmati kenaikan gaji.
Sejarah Kebijakan Kenaikan Gaji ASN di Indonesia
Pada tahun 1808, Daendels memulai langkah revolusioner dengan menaikkan gaji para pejabat dan birokrat. Upaya ini dimaksudkan untuk mengurangi korupsi yang merajalela selama era VOC, di mana para pegawai dibayar dengan gaji yang sangat kecil sementara biaya hidup sangat tinggi.
Sekitar dua abad yang lalu, praktik korupsi telah menjadi hal yang umum. Para pejabat yang seharusnya mengurus kepentingan umum malah lebih mementingkan keuntungan pribadi, yang berdampak negatif pada pemerintah dan masyarakat.
Dari catatan sejarawan, kebijakan Daendels untuk menaikkan gaji ternyata mampu meningkatkan pendapatan para pejabat hingga 100 ribu gulden per tahun. Meskipun menggembirakan, langkah ini tak lepas dari ancaman hukuman bagi mereka yang tidak memenuhi standar kerja yang diharapkan.
Konsekuensi Dalam Kebijakan Kenaikan Gaji
Peningkatan gaji ASN tidak hanya berdampak pada kesejahteraan, tetapi juga diharapkan bisa memperbaiki kinerja mereka. Dalam batas waktu tertentu, setiap pegawai harus menunjukkan kinerja yang baik agar tidak terkena sanksi berat.
Daendels menegaskan pentingnya integritas dalam bekerja. Dia tidak segan-segan mengancam akan memberlakukan hukuman mati bagi pejabat yang terbukti korupsi atau lalai dalam menjalankan tugas mereka.
Langkah ini menekankan bahwa meskipun ASN menerima kenaikan gaji, mereka tetap harus bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas. Hal ini menyiratkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah harus dijaga dengan baik.
Kisah Kolonel Filz sebagai Contoh Nyata
Salah satu contoh nyata dari kebijakan tersebut ialah kasus Kolonel JPF Filz. Dia adalah perwira militer yang ditugaskan di Ambon namun mengambil keputusan yang merugikan negara, dengan menyerahkan kota tanpa perlawanan kepada musuh.
Keputusan Filz untuk menyerah menimbulkan banyak pertanyaan, apalagi dia memiliki ribuan pasukan. Dari sinilah muncul kritik terhadap kepemimpinannya, yang seharusnya melindungi wilayah yang menjadi pusat perdagangan rempah-rempah dunia.
Akibat dari tindakannya, Daendels sebagai Gubernur Jenderal sangat marah dan memerintahkan penangkapan. Filz kemudian diadili dengan tuduhan yang sangat serius, yakni mengkhianati tugasnya sebagai seorang perwira militer.
Dalam proses persidangan, Filz berusaha membela diri dengan alasan logistik yang tidak memadai, namun pengadilan tetap memutuskan dia bersalah. Hukuman yang dijatuhkan padanya adalah hukuman mati, yang menggambarkan konsekuensi berat dari pelanggaran tugas yang begitu serius.










