Di tengah perjuangan melawan penyakit kanker paru, banyak pasien harus menjalani terapi tanpa henti dan dalam jangka waktu yang lama. Ini adalah kenyataan pahit yang dihadapi oleh Patricia Susanna, seorang pasien kanker paru yang harus mengonsumi obat setiap hari tanpa tahu kapan dapat berhenti.
Dalam obrolan yang berlangsung di Jakarta, Susan berbagi kisahnya mengenai tantangan besar yang ia hadapi, baik dari segi mental maupun finansial. Ia mengekspresikan ketidakpuasan terhadap sistem dukungan yang ada, terutama jika dibandingkan dengan pengalaman di negara tetangga, Malaysia.
Menurut Susan, di Malaysia, pasien dapat menikmati keringanan biaya yang signifikan, di mana setelah membayar sejumlah siklus terapi, sisa biaya akan ditanggung pemerintah. Keadaan tersebut sangat kontras dengan yang ada di sini, di mana pasien harus menanggung beban biaya obat-obatan sepanjang hidup mereka.
Menghadapi Beban Biaya dan Kesehatan Mental
Biaya pengobatan kanker yang terus menerus menjadi sumber stres tersendiri bagi pasien. Dalam situasi seperti ini, tidak hanya kesehatan fisik yang terancam, tetapi juga psikologis pasien turut menderita.
Patricia mengungkapkan ketakutannya terhadap kemungkinan obat yang tidak lagi efektif di masa depan. Kesulitan menemukan alternatif terapi yang lain membuatnya semakin merasa tertekan.
“Dokter bilang kita harus bersyukur jika obat ini masih efektif. Namun, situasi bisa menjadi rumit jika obat tersebut tidak lagi bekerja,” ujar Susan. Dalam pandangannya, ini adalah dilema yang bisa dihadapi siapa saja yang berjuang melawan kanker.
Perbandingan dengan Sistem Kesehatan di Malaysia
Meskipun sistem kesehatan di Indonesia memiliki banyak kelebihan, ada aspek yang masih perlu ditingkatkan, terutama dalam hal dukungan untuk pasien kanker. Susan menceritakan bahwa di Malaysia, sistem kesehatan memberikan kemudahan yang jauh lebih besar bagi pasien.
Di negeri jiran tersebut, biaya pengobatan dapat ditanggung seutuhnya oleh pemerintah setelah menjalani beberapa siklus terapi. Hal ini memungkinkan pasien untuk berfokus pada proses penyembuhan tanpa harus khawatir tentang biaya yang terus menggunung.
“Saya harap pemerintah Indonesia dapat mempertimbangkan pendekatan serupa sehingga lebih banyak pasien dapat merasa terbantu,” harap Susan. Konsep dukungan finansial ini dapat membantu mengurangi beban mental yang dirasakan oleh banyak pasien.
Usaha dan Harapan di Tengah Kesulitan
Kendati banyak tantangan yang harus dihadapi, Susan tidak menyerah. Ia tetap optimis dan berupaya untuk menjalani hidupnya dengan penuh semangat. Baginya, dukungan dari orang-orang terdekat sangat membantu dalam proses penyembuhan.
Selain dukungan moral, Susan berpandangan bahwa perlu ada kesadaran yang lebih besar dalam masyarakat mengenai penyakit kanker dan dampaknya. Sudah saatnya memberikan perhatian lebih kepada pasien agar mereka tidak merasa sendirian dalam perjuangan ini.
“Jangan biarkan kami merasa terasing. Setiap pasien kanker ingin diperhatikan dan didengar. Harapan kami adalah agar kesejahteraan pasien kanker menjadi prioritas,” jelasnya dengan penuh harap.