Baru-baru ini, Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) mengunjungi DPRD DKI Jakarta untuk menyampaikan berbagai kekhawatiran yang ada. Dalam kesempatan tersebut, para pedagang merasa tertekan oleh rancangan peraturan daerah (Raperda) yang dapat mengubah nasib mereka secara drastis.
Pernyataan ini diutarakan saat mereka berkumpul di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Mereka mengemukakan ketidakpuasan terhadap pasal yang melarang penjualan rokok, terutama di sekitar area kelas dan sekolah.
Salah satu pedagang bernama Yono menekankan bahwa peraturan ini akan sangat merugikan mereka. Ia berpendapat bahwa perluasan kawasan tanpa rokok yang mencakup banyak tempat umum akan menghilangkan potensi pendapatan, membuat kondisi mereka semakin sulit.
Konsekuensi Raperda Kawasan Tanpa Rokok Terhadap Pedagang
Dalam diskusi tersebut, banyak pedagang yang menyuarakan pendapatnya mengenai potensi kerugian akibat adanya ketentuan baru ini. Yono, misalnya, menjelaskan bahwa penjualan rokok bukan hanya merupakan bisnis sampingan, tetapi juga membantu menunjang pendapatan dari jualan lainnya.
Dia mengungkapkan, “Jualan rokok biasanya membuat pembeli tertarik untuk membeli barang lain. Kalau dilarang, lalu bagaimana kami bisa bertahan?” Ini menjadi sebuah pertanyaan bagi banyak pedagang yang membangun kehidupannya dari usaha kecil tersebut.
Andi, pedagang lain yang beroperasi di Tanjung Priok, Jakarta Utara, menyatakan keprihatinan serupa. Ia khawatir terhadap aturan yang memperketat penjualan rokok yang berakar dalam peraturan Raperda itu.
Persepsi Pedagang Terhadap Pengawasan yang Meningkat
Sewaktu berbicara mengenai aturan baru, Andi banyak mengeluh tentang adanya pelarangan yang dirasa makin membebani para pedagang. “Daya beli masyarakat kian menurun, dan jika ada banyak pembatasan, kami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ujarnya dengan nada pesimis.
Kondisi ini semakin menjadi rumit dengan tingginya biaya hidup saat ini. Pedagang merasa harus berjuang lebih keras dan terkadang, aturan baru hanya ditampilkan sebagai solusi sementara yang tidak efektif.
Ali Mahsun, Ketua Umum APKLI, menjelaskan bahwa pertemuan ini merupakan bentuk penegasan aspirasi dari pedagang. Ia menolak Raperda KTR tersebut dan menganggapnya merugikan banyak pihak, terutama mereka yang mengandalkan penjualan rokok untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Ruang Negosiasi Antar Pemangku Kepentingan dalam Pembuatan Kebijakan
Menanggapi kekhawatiran tersebut, para pemangku kepentingan diharapkan dapat membuka ruang negosiasi. Dialog yang konstruktif antara pemerintah dan para pedagang harus dilaksanakan untuk menemukan solusi yang adil bagi kedua belah pihak.
Banyak pedagang merasa suara mereka tidak didengar dalam proses pembuatan kebijakan. Situasi ini penting untuk diperbaiki agar keputusan yang diambil dapat memperhatikan kepentingan ekonomi masyarakat yang lebih luas.
Pembicaraan tentang perlunya regulasi yang lebih inklusif mencuat di tengah situasi yang kritis. Para pedagang meminta agar pemerintah lebih agresif dalam mendengarkan dan mempertimbangkan dampak peraturan yang diusulkan.











