Seorang penumpang pesawat TUI yang berangkat dari Jamaika menuju Manchester, Inggris, melaporkan sebuah insiden yang hampir memicu kerusuhan besar setelah para pelancong terjebak selama dua hari tanpa informasi yang jelas. Penerbangan dengan nomor TOM115 itu seharusnya hanya memakan waktu delapan jam, namun mengalami masalah serius yang menyebabkan penundaan panjang pada perjalanan mereka.
Penyebab utama dari gangguan ini adalah ulah seorang penumpang yang berbuat onar, sehingga pilot terpaksa mengalihkan penerbangan ke Nassau untuk menurunkan penumpang yang bermasalah tersebut. Route yang awalnya dibidik mengalami berbagai masalah, termasuk kebutuhan untuk membuang bahan bakar agar bisa mendarat dengan aman.
Setelah pesawat mendarat, tim teknisi menemukan bahwa salah satu komponen pesawat mengalami kerusakan saat proses pembuangan bahan bakar. Situasi ini semakin memperburuk keadaan para penumpang yang sudah merasa tertekan akibat penundaan yang berkepanjangan.
Menghadapi Ketiadaan Informasi: Apakah Public Relations Tersebut Memadai?
Para penumpang dan kru akhirnya diungsikan ke hotel untuk semalam demi menyelesaikan masalah ini. Namun, keesokan harinya, mereka menyadari bahwa suku cadang yang diperlukan harus dikirim dari Inggris, yang menambah ketidakpastian tentang kapan mereka bisa kembali. Dalam keadaan seperti ini, komunikasi yang jelas dari pihak maskapai sangat diperlukan agar penumpang tidak merasa terabaikan.
Menurut Emma Louise Hamer, salah satu penumpang, mereka terpaksa menunggu sepanjang hari hingga pukul 20.30 hanya untuk diberi tahu bahwa penerbangan mereka dibatalkan. Ia mengekspresikan rasa frustrasinya di media sosial, mencatat bagaimana situasi sudah mulai tidak terkendali di antara penumpang yang semakin marah.
Emma juga menyoroti kondisi akomodasi yang disediakan, mencatat bahwa tempat tersebut sangat tidak layak, bahkan untuk hewan peliharaan sekalipun. Pentingnya memperhatikan kualitas akomodasi dalam keadaan darurat seperti ini menjadi sorotan bagi perusahaan penerbangan.
Kepuasan Penumpang: Kapan Pantauan Kualitas Layanan Diterapkan?
Penerbangan British Airways akhirnya diberangkatkan dengan membawa komponen baru yang sangat ditunggu-tunggu. Namun, keterlambatan yang dialami oleh penumpang TUI sangat signifikan—mereka dijadwalkan tiba di Manchester pada hari Rabu, yang berarti penundaan mencapai dua hari dan lima jam dari jadwal awal. Hal ini tentunya memberi dampak negatif pada pengalaman keseluruhan penumpang.
Banyak penumpang yang merasa mengambil risiko mengenai keamanan dan kenyamanan mereka. Situasi seperti ini memicu pertanyaan tentang bagaimana maskapai seharusnya mempersiapkan diri untuk menghadapi insiden serupa di masa depan. Apakah langkah-langkah antisipatif sudah diterapkan dengan baik?
TUI kemudian menerbitkan pernyataan resmi yang menyebutkan bahwa setiap penumpang berhak mengajukan klaim kompensasi sebesar 520 pound sterling, yang setara dengan Rp11,6 juta. Di samping itu, mereka juga menawarkan voucher liburan senilai 100 pound sterling atau sekitar Rp2,2 juta sebagai bentuk kompensasi tambahan.
Tindakan Proaktif dan Respons Cepat: Apa yang Dapat Dipelajari?
Insiden ini jelas menunjukkan pentingnya tindakan proaktif dan respons cepat dari seluruh elemen manajemen maskapai penerbangan. Dalam situasi darurat, komunikasi yang baik dapat mengurangi ketegangan yang dirasakan oleh penumpang. Bagaimana penumpang diberi info mengenai masalah yang terjadi, akan sangat mempengaruhi suasana dan ketenangan mereka.
Perusahaan yang berinvestasi dalam pelatihan sumber daya manusia dan menyediakan layanan pelanggan yang baik dapat lebih berhasil dalam mengatasi situasi krisis seperti ini. Ketersediaan informasi yang jelas dari pihak maskapai menjadi sangat penting untuk mempertahankan kepercayaan penumpang.
Pengalaman buruk ini tidak hanya berdampak pada mereka yang terlibat langsung, tetapi juga dapat mempengaruhi citra perusahaan secara keseluruhan. Penumpang yang merasa diabaikan dan tidak diperhatikan cenderung akan membagikan pengalaman negatif mereka kepada orang lain, yang dapat memperburuk reputasi merek.