Kejaksaan Agung Indonesia telah menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook pada awal September 2025. Kasus ini menjadi sorotan karena diyakini merugikan negara hingga Rp 1,98 triliun yang dipicu oleh keputusannya sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Pengadaan laptop Chromebook dimulai pada Februari 2020, saat Nadiem melakukan pertemuan dengan Google Indonesia. Pertemuan tersebut bertujuan untuk membahas produk Google yang dalam konteks edukasi dikenal dengan program Google O-Education.
“Dengan menggunakan Chromebook, produk ini diharapkan dapat diimplementasikan oleh Kementerian, terutama untuk mendukung proses belajar mengajar,” jelas Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung, Nurcahyo. Penyidikan ini mengungkapkan bagaimana niatan pengadaan ini kemudian berkembang menjadi masalah yang kompleks.
Penyebab di Balik Dugaan Korupsi Terkait Pengadaan Laptop
Sejumlah pertemuan dilakukan Nadiem dengan pihak Google, di mana pada akhirnya tercapai kesepakatan untuk mengadakan proyek teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Kesepakatan ini menunjukkan bahwa ada rencana besar yang telah diatur dengan detail untuk memenuhi kebutuhan pendidikan di Indonesia.
Pada 6 Mei 2020, Nadiem mengundang sejumlah bawahannya untuk melakukan rapat tertutup melalui platform Zoom. Dalam rapat tersebut, diinstruksikan kepada peserta untuk menggunakan perangkat tertentu dalam diskusi terkait pengadaan alat TIK yang diinginkan,” tambah Nurcahyo.
Menariknya, surat dari Google yang direspons Nadiem sebelumnya tidak mendapat perhatian dari menteri pendidikan sebelumnya, Muhadjir Effendi. Hal ini menandakan bahwa pengelolaan pengadaan sebelumnya tidak berjalan dengan baik, dan keputusan Nadiem untuk ikut ambil bagian dalam proses ini menjadi tanda tanya.
Sejarah Gagal Pengadaan Laptop Chromebook Sebelumnya
Di tahun 2019, uji coba pengadaan Chromebook dianggap gagal dan tidak bisa digunakan untuk sekolah-sekolah di daerah terluar atau 3T, yaitu tertinggal, terdepan, dan terluar. Ketidakberhasilan ini yang mungkin menjadi pertimbangan Muhadjir untuk tidak merespons surat dari Google.
Namun, Nadiem, di bawah perintah NAM, melanjutkan pengadaan ini dengan spesifikasi yang terbatas. Kenyataan bahwa pengadaan ini mengunci spesifikasi yaitu untuk produk Chrome OS patut dipertanyakan, terutama menyangkut prinsip pengadaan yang adil dan transparan.
Sebagai tindak lanjut, tim teknis yang dibentuk bertugas untuk menyusun kajian review teknis yang akan menjadi dasar spesifikasi pengadaan. Ini menjadi langkah penting namun juga menciptakan keraguan tentang transparansi proses yang diambil oleh Kementerian.
Langkah-Langkah Hukum yang Diambil Kejaksaan Agung
Setelah menyelidiki lebih lanjut, pada Februari 2021, NAM mengeluarkan Permendikbud nomor 5 tahun 2021 yang akhirnya menyertakan petunjuk operasional untuk dana alokasi khusus. Lampiran dari Permendikbud tersebut menegaskan spesifikasi untuk penggunaan Chrome OS, yang telah menjadi bagian dari daftar pengadaan.
Penentuannya untuk mengunci spesifikasi produk yang akan digunakan menghantarkan pada sejumlah pertanyaan ethical di kalangan publik. Kekhawatiran tentang kolaborasi antara pihak kementerian dan korporasi menjadi diskusi hangat di kalangan masyarakat dan para pengamat hukum.
Seiring dengan dugaan korupsi ini, Kejaksaan Agung melakukan serangkaian pemeriksaan dan pemanggilan terhadap para pihak yang terlibat. Proses hukum ini menunjukkan bahwa pihak berwenang serius menanggapi laporan yang didapat, dengan harapan agar ke depannya transparansi dalam pemerintahan dapat terus ditingkatkan.











