Keliling dunia adalah impian yang diinginkan banyak orang, namun sering terhalang oleh faktor biaya dan fisik. Di balik itu, terdapat kisah inspiratif menarik dari sejarah Indonesia yang melibatkan lima pemuda yang berani mengemban misi besar dengan hanya modal keberanian dan semangat. Kisah ini terjadi pada tahun 1955, di saat Indonesia menciptakan namanya di pentas dunia sebagai negara yang berani bersuara menentang neo-kolonialisme.
Kelima pemuda tersebut adalah Rudolf Lawalata, Abdullah Balbed, Sujono, Saleh Kamah, dan Darmadjati. Mereka memiliki cita-cita yang sama untuk mengelilingi dunia, namun dengan cara yang tidak lazim, yaitu dengan berjalan kaki dan bersepeda. Meskipun tidak saling mengenal, mimpi besar itu menyatukan mereka dalam satu tujuan yang mulia.
Kebangkitan semangat nasionalisme di Indonesia saat itu melahirkan visi baru bagi kaum muda. Melalui konferensi pers pada tahun 1954, mereka secara bersamaan menyampaikan niatnya kepada media massa, memperoleh perhatian yang luas dari publik. Hal ini menambah motivasi mereka untuk mewujudkan impian tersebut dan menorehkan jejak di dunia internasional.
Awal Perjalanan yang Menginspirasi dan Momen Bersejarah
Dalam pemberitaan media pada saat itu, Koran Merdeka melaporkan niat Saleh Kamah untuk melakukan perjalanan keliling dunia dengan sepeda. Di sisi lain, Koran Java Bode mengabarkan tentang Rudolf Lawalata yang bertekad mulai perjalanannya dengan berjalan kaki dari rumahnya menuju Jakarta.
Kesamaan tujuan membuat mereka akhirnya berkumpul untuk bertemu dengan sosok yang mereka idolakan, Presiden Soekarno. Soekarno, yang waktu itu sedang bersemangat menggalang dukungan bagi anak muda, mengundang mereka ke Istana Negara. Pertemuan ini menjadi momen bersejarah bagi kelima pemuda tersebut.
Pada tanggal 8 Januari 1955, mereka disambut langsung oleh Presiden Soekarno dan jajaran pejabat tinggi negara. Dalam acara tersebut, Soekarno memberikan pesan berharga dan bangga kepada mereka. Pesan itu bukan hanya menjadi motivasi, melainkan juga harapan bagi mereka untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan selama perjalanan.
Dukungan yang Tak Terduga dan Persiapan Pertama
Setelah memberikan dukungan moral, Presiden Soekarno memberikan bantuan yang terbilang sederhana namun berarti. Mereka menerima uang Rp50, setara dengan sekitar Rp700 ribu pada masa kini, serta perlengkapan berupa kamera, ransel, dan baju batik. Modal ini menjadi permulaan bagi mereka untuk mewujudkan perjalanan tak terlupakan.
Dengan rute perjalanan yang telah ditentukan, Saleh Kamah dan Darmadjati lebih memilih untuk bersepeda. Mereka memulai perjalanan dari Malaysia menuju negara-negara seperti Pakistan, India, dan Turki, kemudian melanjutkan ke Eropa dan Amerika Serikat. Rute ini menjadi perjalanan panjang yang membutuhkan total ketahanan fisik dan mental yang tinggi.
Sementara itu, Rudolf Lawalata, Sujono, dan Abdullah Balbed menjalani perjalanan dengan berjalan kaki. Tujuan mereka mencakup Malaysia, Timur Tengah, Eropa, dan beberapa negara di Amerika Serikat. Meskipun cara perjalanan yang mereka pilih sangat sederhana, akan tetapi tekad dan motivasi mereka berkeliling dunia jauh lebih kuat.
Menghadapi Tantangan dan Menyebarkan Inspirasi di Berbagai Negara
Perjalanan ini tidaklah mudah. Mereka harus menghadapi berbagai tantangan baik fisik maupun mental. Namun, semangat pantang menyerah dan rasa ingin tahu membuat mereka tetap melangkah. Selama perjalanan, mereka menarik perhatian banyak orang di negara yang mereka kunjungi.
Di beberapa negara, mereka mendapatkan sambutan hangat dari penduduk setempat. Kisah perjalanan mereka juga diliput oleh media internasional, menjadi inspirasi bagi banyak orang. Salah satu media bahkan melaporkan kedatangan Sujono dan Abdullah Balbed di New York, sementara Rudolf Lawalata yang jatuh sakit harus tertinggal di Jerman.
Perjuangan enam tahun yang dijalani oleh kelima pemuda ini menunjukkan betapa kuatnya keinginan manusia untuk menjelajah dan belajar dari dunia. Masing-masing memiliki pengalaman unik dan memberikan pandangan baru tentang kehidupan dan negara lain yang mereka datangi.
Kembali ke Tanah Air dan Refleksi dari Pengalaman Berharga
Setelah menyelesaikan perjalanan yang luar biasa, hanya Sujono dan Saleh Kamah yang kembali ke Indonesia. Kedatangan mereka disambut dengan meriah oleh masyarakat dan pejabat. Pertemuan kembali dengan Presiden Soekarno di Istana Negara menjadi penutup yang manis bagi perjalanan mereka.
Selama perjalanan, Sujono menyimpulkan pentingnya menggabungkan pengalaman dengan pengetahuan. Ia merasa bahwa pengalaman hidup yang diperoleh selama perjalanan harus diimbangi dengan pengetahuan yang bisa mendukung pengabdian mereka pada tanah air.
Kisah kelima pemuda ini berlanjut ke babak selanjutnya. Meskipun Abdullah Balbed menetap di Amerika Serikat dan Rudolf Lawalata tinggal di Jerman, mereka tetap melanjutkan hidup dengan cara masing-masing. Sementara Darmadjati, satu orang yang keberadaannya tidak diketahui setelah perjalanan tersebut.
Di penghujung hayat, setiap pemuda meninggalkan jejak dan pengaruh terhadap bangsa. Abdullah Balbed berkarir di kedutaan, Saleh Kamah menjadi wartawan, dan Sujono meninggal di luar negeri, meninggalkan dunia yang dipenuhi oleh kenangan akan semangat dan perjuangan mereka. Kisah ini mengajarkan bahwa keinginan untuk mengeksplorasi dunia dapat menjadi penggerak untuk perubahan yang lebih besar.











