Pentingnya pengakuan kedaulatan antarnegara tidak dapat dipandang remeh, sebab hal ini menjadi landasan dalam hubungan internasional. Sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, dukungan dari negara-negara lain sangat dibutuhkan untuk legitimasi di mata dunia.
Salah satu pertanyaan yang muncul adalah mengenai kemungkinan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Israel. Sikap Indonesia yang selalu menentang eksistensi Israel menjadi isu yang cukup monumental dalam diplomasi dunia.
Dari pendirian Indonesia hingga saat ini, penolakan terhadap Israel selalu menjadi bagian dari kebijakan luar negeri. Hal ini berkaitan erat dengan konflik yang terjadi antara Israel dan Palestina, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan yang terkandung dalam konstitusi Indonesia.
Kedudukan Pancasila dan Pengaruhnya terhadap Diplomasi Indonesia
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia menekankan pentingnya nilai-nilai kemanusiaan. Salah satu pokok pikiran dalam Pancasila adalah bahwa kemerdekaan merupakan hak setiap bangsa dan penjajahan harus dihapuskan.
Nilai-nilai ini menjadi acuan Indonesia dalam menentukan sikapnya terhadap negara lain, termasuk Israel. Dalam hal ini, sikap Indonesia yang konsisten menolak pengakuan terhadap Israel adalah bagian dari komitmen untuk mendukung perjuangan bangsa Palestina.
Sejarah menunjukkan bahwa dalam menghadapi konflik internasional, Indonesia selalu berusaha menciptakan perdamaian. Posisi ini sangat berlandaskan pada prinsip Pancasila yang menempatkan kemanusiaan sebagai hal utama dalam politik luar negeri.
Tanggapan Awal Israel terhadap Indonesia
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Israel mengirimkan pesan selamat pada bulan Desember 1949. Ucapan tersebut datang dari Presiden Chaim Weizmann dan Perdana Menteri David Ben-Gurion, yang mengapresiasi keberhasilan Indonesia dalam memperoleh pengakuan kemerdekaan dari Belanda.
Pemerintah Indonesia pada saat itu tidak merespons pesan tersebut sebagai bentuk ketidaksetujuan. Greg Barton dan Colin Rubenstein dalam karya mereka menyebutkan bahwa Israel pada tahun yang sama juga mengakui kedaulatan Indonesia, namun sekali lagi tidak mendapat balasan yang diinginkan.
Wakil Presiden Mohammad Hatta menanggapi dengan rasa terima kasih, tetapi menegaskan bahwa Indonesia tidak bersedia menjalin hubungan diplomatik. Ketegasan ini menunjukkan bahwa Indonesia tetap konsisten dengan sikapnya yang menolak pengakuan dari Israel.
Upaya Israel untuk Memperkuat Hubungan Diplomatik
Pada bulan Mei 1950, Israel mengirim tawaran bantuan kepada Indonesia untuk membantu pembangunan negara setelah memperoleh kemerdekaan. Namun, tawaran tersebut kembali diabaikan oleh pemerintah Indonesia, menunjukkan ketidakberminatan untuk berhubungan lebih jauh.
Israel sebenarnya berupaya membangun hubungan diplomatik yang lebih kuat dengan Indonesia melalui serangkaian komunikasi. Namun, Indonesia tetap pada pendiriannya untuk tidak mengakui Israel, dan hal ini menjadi penghalang utama dalam membentuk hubungan bilateral.
Strategi diplomasi Israel pada saat itu tampaknya dimaksudkan untuk memperluas legitimasi mereka di kancah internasional, tetapi Indonesia mengambil langkah yang berbeda dengan mendukung hak-hak rakyat Palestina sejak awal.
Implikasi Sikap Indonesia dalam Hubungan Internasional
Sikap Indonesia yang tegas dalam menolak pengakuan terhadap Israel tidak hanya berdampak pada hubungan bilateral tetapi juga mempengaruhi posisi Indonesia di mata dunia. Kebijakan luar negeri ini menunjukkan komitmen Indonesia terhadap pembelaan hak asasi manusia dan keadilan sosial.
Dalam Konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955, Indonesia secara aktif memilih untuk mengundang Palestina dan tidak mengikutsertakan Israel. Hal ini menegaskan bahwa dukungan terhadap Palestina adalah bagian integral dari politik luar negeri Indonesia.
Dengan sikap ini, Indonesia berhasil menggarisbawahi identitas dan prinsip dasarnya sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, berusaha menegakkan keadilan, dan menyuarakan suara tertindas di arena internasional.