Ratusan tahun yang lalu, masyarakat Batavia hidup di bawah bayang-bayang ancaman harimau. Serangan harimau Jawa bukanlah hal yang langka, dan ketegangan ini membuat pemerintah kolonial terpaksa mengambil langkah ekstrem untuk melindungi penduduknya.
Berdasarkan catatan sejarah, harimau sering kali menyerang manusia di berbagai tempat, terutama di kebun tebu. Pada masa itu, kebun-kebun ini menjadi habitat ideal bagi harimau karena banyaknya mangsa seperti babi hutan yang berkeliaran di sekitar mereka.
Kejadian-kejadian tragis tersebut mengakibatkan banyak nyawa melayang. Misalnya, pada tahun 1659, 14 penduduk dilaporkan menjadi korban serangan di kawasan Ancol, menunjukkan seberapa serius situasi ini bagi warga Batavia.
Perburuan Harimau di Era Kolonial dan Respons VOC
Kondisi ini menuntut perhatian dan tindakan cepat dari Dutch East India Company (VOC). Pada 1668, meskipun harimau telah menjadi ancaman bagi masyarakat lokal, seorang berkebangsaan Eropa bernama Louis van Brussel juga tewas ditekam harimau.
Untuk menangani masalah ini, VOC mengerahkan hampir 800 pemburu pada tahun 1644 untuk memburu harimau di Batavia. Langkah ini menunjukkan betapa seriusnya ancaman yang dihadapi saat itu, terutama bagi keselamatan warga kolonial dan lokal.
Selain berburu, VOC juga memberikan insentif berupa uang tunai. Sebuah laporan mencatat bahwa setiap harimau yang dibunuh akan diberikan imbalan sekitar 10 ringgit, jumlah yang cukup untuk membeli beras selama setahun bagi sebuah keluarga.
Penyusutan Populasi Harimau Jawa dan Dampaknya
Seiring berjalannya waktu, tekanan terhadap populasi harimau Jawa semakin bertambah. Pembukaan lahan untuk pertanian dan perkebunan membawa dampak langsung terhadap habitat alami harimau yang semakin menyusut. Konsekuensinya, konflik antara manusia dan harimau menjadi hal yang tak terhindarkan.
Menurut data antropolog pada masa itu, rata-rata dua ribu lima ratus orang kehilangan nyawa setiap tahun akibat serangan harimau. Hal ini menunjukkan betapa berbahayanya situasi tersebut dan mengindikasikan bahwa populasinya semakin terancam punah.
Perburuan yang dilakukan selama berabad-abad pun tidak berujung baik. Dari sekitar 200-300 ekor harimau yang ada pada tahun 1940, populasinya merosot drastis hingga dinyatakan punah pada 2008 oleh Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN).
Harapan Terakhir: Apakah Harimau Jawa Masih Ada?
Meskipun dinyatakan punah, kerap muncul laporan penampakan harimau Jawa di berbagai wilayah. Salah satu laporan yang menarik perhatian terjadi pada tahun 2019 di desa Cipendeuy, Sukabumi Selatan, di mana penduduk melaporkan adanya jejak kaki, cakaran, dan sehelai bulu yang diduga berasal dari harimau Jawa.
Laporan tersebut memberikan sedikit harapan bahwa mungkin saja harimau Jawa belum sepenuhnya punah dari muka Bumi. Namun, tanpa bukti yang kuat dan penelitian lebih lanjut, statusnya masih tetap dipertanyakan.
Mengamati kembali riwayat harimau Jawa dapat mengingatkan kita akan pentingnya konservasi dan tindakan pelestarian untuk menjaga spesies yang terancam punah. Terlepas dari bencana yang mengakibatkan hampir tiadanya harimau, kita perlu lebih memahami dampak dari perburuan dan perubahan lingkungan yang mengancam kelangsungan hidup berbagai spesies di bumi.