Sebelumnya, pernyataan tegas disampaikan oleh Juru Bicara 13 Asosiasi Haji Umrah, Firman M Nur, yang menegaskan penolakannya terhadap legalisasi umrah mandiri dalam Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (RUU PIHU). Penolakan ini didasarkan pada kekhawatiran terkait minimnya perlindungan bagi jemaah yang akan berangkat tanpa bimbingan resmi dari penyelenggara.
Firman juga menyampaikan Daftar Inventaris Masalah (DIM) kepada Presiden PKS, Almuzammil Yusuf, dalam sebuah pertemuan yang berlangsung di kantor DPP PKS di Jakarta Selatan pada tanggal 18 Agustus 2025. Dalam kesempatan itu, Firman menegaskan pentingnya perlindungan bagi jemaah agar tidak menjadi korban oknum yang tidak bertanggung jawab.
“Kami khawatir akan hadir orang-orang yang tidak memiliki integritas,” ucap Firman, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum DPP Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI). Melihat situasi saat ini, ia mendesak agar pemerintah memperhatikan aspek perlindungan jemaah sebelum mengesahkan RUU yang dimaksud.
Menurut Firman, terdapat perbedaan mendasar antara umrah dengan perjalanan luar negeri lainnya. Yang paling krusial adalah adanya bimbingan keagamaan yang diberikan selama berada di Arab Saudi, serta jaminan keamanan dan kenyamanan bagi seluruh jemaah yang berangkat.
Keberadaan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) menjadi sangat penting, karena mereka bertugas untuk memberikan bimbingan keagamaan kepada jemaah selama di Arab Saudi. PPIU juga memiliki kewajiban untuk mengikuti akreditasi serta membayar pajak yang menjadi tanggung jawab untuk mendukung negara.
Namun, Firman menggarisbawahi bahwa aspek bimbingan ini tidak akan ada jika jemaah melakukan umrah secara mandiri. Hal ini bisa mengakibatkan kesulitan bagi jemaah, terutama yang pertama kali pergi ke tanah suci.
“Keberadaan PPIU adalah bagian penting dari proses penyempurnaan perjalanan ibadah umrah,” ujarnya. Dengan adanya bimbingan, jemaah dapat menjalankan ibadah dengan lebih tenang dan terarah.
Dalam konteks ini, dua poin utama yang masuk dalam DIM yang disampaikan oleh 13 asosiasi mencakup penolakan terhadap pasal yang melegalkan umrah mandiri dan usulan penghapusan kuota haji khusus yang tidak boleh melebihi delapan persen dari total kuota.
Pentingnya Penyelenggara Resmi dalam Ibadah Umrah
Penyelenggaraan umrah yang dilakukan oleh PPIU memungkinkan adanya sistem yang lebih teratur dan aman bagi jemaah. Keterlibatan penyelenggara dalam setiap tahap perjalanan menjadi jaminan bahwa jemaah mendapatkan fasilitas yang layak dan bimbingan yang memadai.
Orang-orang yang berencana menunaikan ibadah umrah perlu meyakini bahwa mereka memilih penyelenggara yang terakreditasi. Ini penting untuk memastikan bahwa mereka akan mendapatkan perlindungan serta perhatian yang sesuai selama perjalanan mereka ke tanah suci.
Pengalaman buruk bisa muncul ketika jemaah pergi tanpa pengawasan yang tepat. Tanpa adanya PPIU, jemaah dapat terjebak dalam situasi yang tidak menguntungkan, termasuk masalah akomodasi dan transportasi.
Dalam banyak kasus, jemaah yang pergi secara mandiri menghadapi kendala komunikasi, terutama jika mereka tidak fasih berbahasa Arab. Tanpa bimbingan yang benar, mereka mungkin akan kesulitan dalam melakukan ritual ibadah dengan baik.
Melalui bimbingan dari penyelenggara, setiap jemaah diajarkan tentang tata cara dan etika saat berada di tanah suci. Hal ini memastikan bahwa pengalaman ibadah mereka menjadi lebih bermakna dan terarah.
Risiko Umrah Mandiri bagi Jemaah
Sebagai respons terhadap tren umrah mandiri yang mengemuka, banyak pihak mulai menyuarakan keprihatinan akan risiko yang dihadapi jemaah. Ketiadaan panduan dari penyelenggara berpotensi mengakibatkan jemaah merasa tidak nyaman.
Beberapa risiko yang mungkin terjadi termasuk hilangnya barang berharga, ketidakpastian mengenai tempat tinggal, hingga kemungkinan terlibat dalam penipuan. Semua ini bisa dihindari jika jemaah memilih penyelenggara yang terpercaya.
Oleh sebab itu, pemahaman yang baik mengenai pentingnya penyelenggara umrah sangatlah vital. Jemaah perlu memastikan bahwa mereka hanya berangkat bersama penyelenggara yang terlisensi dan terpercaya, agar dapat menikmati pengalaman ibadah yang aman.
Dalam konteks ini, sudah saatnya undang-undang mencakup ketentuan-ketentuan yang memberikan perlindungan khusus bagi jemaah. Dengan demikian, semua pihak dapat merasa lebih tenang dalam menjalani ibadah umrah tanpa rasa khawatir akan berbagai risiko.
Dengan adanya perhatian dan regulasi yang baik, harapan untuk mewujudkan perjalanan ibadah umrah yang lebih aman bisa dicapai. Ini akan menjadi langkah signifikan menuju peningkatan kualitas pelayanan bagi seluruh jemaah.
Menuju Regulasi Umrah yang Lebih Baik
Dalam upaya mewujudkan perlindungan bagi jemaah umrah, langkah selanjutnya adalah mengusulkan revisi pada regulasi yang berlaku. Penolakan pembuatan umrah mandiri menjadi langkah awal untuk memastikan bahwa jemaah tidak terjebak dalam situasi yang merugikan.
Perlunya kolaborasi antara pemerintah dan asosiasi penyelenggara umrah sangat penting. Dengan dialog yang terbuka, diharapkan semua pihak dapat mencapai kesepakatan mengenai cara terbaik untuk menjaga kepentingan jemaah.
Selain itu, edukasi kepada calon jemaah juga menjadi kunci penting. Mereka perlu mendapatkan informasi yang jelas mengenai hak dan kewajiban mereka sebagai jemaah haji atau umrah.
Dalam banyak kasus, informasi yang tepat dapat menjadi pilar utama dalam pengambilan keputusan yang bijak. Dengan demikian, calon jemaah bisa menjalani persiapan dengan lebih baik.
Di sisi lain, peningkatan kualitas dalam pelayanan umrah oleh penyelenggara juga harus diikuti dengan penegakan sanksi bagi mereka yang melanggar aturan. Ini bertujuan untuk menciptakan iklim yang lebih terjamin bagi seluruh jemaah yang ingin menunaikan ibadahnya dengan aman dan nyaman.











